Seolah-Olah Idul Fitri Menjadi Milik Semua
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Kamis, 31 Juli 2014 . in Dosen . 884 views

Pada setiap idul fitri, memperoleh ucapan selamat lewat sms, e mail, dan lainnya dari sesama teman muslim adalah hal biasa. Sesama muslim, setelah menjalankan ibadah puasa di Bulan Ramadhan, maka saling bersilaturrakhim dan mengucapkan selamat serta saling mendoakan adalah lazim dilakukan. Selain itu, mereka juga saling berkunjung sekalipun tematnya berjauhan. Kebisaan itulah kemudian disebut sebagai tradisi mudik.

Kata mudik biasanya digunakan untuk menyebut perjalanan dari hilir menuju ke hulu. Perjalanan jenis apapun, termasuk perjalanan ikan di sungai. Pada musim-musim tertentu, ikan-ikan di sungai bergerak mudik dari hilir ke hulu. Selain itu, kata mudik juga digunakan untuk menyebut orang kota yang pada saat tertentu kembali ke desa atau ke tanah kelahirannya masing-masing.

Selanjutnya, arti kata mudik itu ternyata semakin berkembang, yaitu juga untuk menggambarkan bahwa, pada awalnya manusia itu adalah baik dan bahkan suci. Lalu, mereka bermain-main di dalam kehidupan dunia, -------yang digambarkan rendah, hingga banyak melakukan kesalahan dan dosa. Pada momentum hari raya, mereka bermaksud kembali ke asal muasalnya, atau mudik, kepada suasana yang suci kembali.

Dahulu, pada setiap hari raya, orang saling berkunjung dari rumah ke rumah, atau mengirim ucapan selamat melalui kartu lebaran. Namun, setelah dikenal fasilitas komunikasi modern, maka ucapan selamat itu dikirim dengan menggunakan sms, e mail, BBM, facebook, dan sejenisnya. Fasilitas itu sangat murah, mudah, cepat, dan sangat efisien. Dalam waktu yang amat singkat, siapapun bisa berkirim ucapan selamat idul fitri ke semua kalangan dalam jumlah yang tidak terbatas.

Semakin mudahnya penggunaan sarana komuniiasi itu, kiriman ucapan selamat hari raya idul fitri bukan saja disampaikan antar sesama muslim, tetapi juga dari berbagai penganut agama yang berbeda-beda. Saya memperoleh ucapan selamat hari raya idul fitri, selain dari teman-teman sesama muslim, juga dari penganut agama Kristen, Katholik, Hindu, dan Budha. Teman-teman dari perguruan tinggi dan organisasi yang berlatar belakang agama yang berbeda-beda itu, rupanya tidak mau ketinggalan, mereka ikut mengirim ucapan selamat idul fitri dan juga doa lewat sms, facebook, e mail, juga sejenisnya itu.

Setiap menerima sms berisi ucapan selamat hari raya idul fitri dari siapapun itu, saya berusaha segera membalas dengan kalimat yang saya anggap tepat. Memang selama ini, seringkali saya diundang untuk memberi kuliah umum di beberapa perguruan tinggi yang berlatar belakang agama bermacam-macam tersebut. Hampir semua kampus berbasis agama telah saya kunjungi. Perguruan tinggi agama Islam negeri yang berjumlah 53 buah, hampir semuanya telah saya datangi. Namun, selain itu, saya juga pernah mendatangi undangan Sekolah Tinggi Agama Budha di Wonogiri, Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri di Palangkaraya, di Ambon, di Manado, di Toraja, dan hingga sampai di Jayapura. Beberapa kali, saya juga telah datang ke Institut Agama Hindu Bali untuk memberi kuliah umum.

Undangan untuk berceramah ke beberapa perguruan tinggi berbasis agama yang beraneka macam dimaksud seringkali mendatangkan pertanyaan, misalnya materi apa yang saya berikan pada kesempatan itu. Tentu, saya tidak berbicara tentang agama. Saya berbicara tentang kehidupan dari berbagai aspek dan perspektif yang saya pahami. Memang, masing-masing agama memiliki ajaran dan pandangan yang berbeda, tetapi tatkala berbicara tentang kehidupan pada umumnya, maka pasti terdapat banyak hal kesamaan yang menarik dibicarakan bersama. Pada setiap kunjungan itu, -------terasa sekali, selalu ada semangat, tidak saja ingin menghormati, tetapi juga menjaga sebaik-baiknya.

Tatkala mendapatkan undangan dan datang ke kampus yang berbeda-beda agama itu, saya selalu merasa memperoleh perlakuan istimewa. Atas pengetahuan bahwa, saya tidak mengkonsumsi sembarang jenis makanan, maka mereka juga menjaganya, dengan cara mengajak makan ke rumah makan yang jelas milik orang muslim. Sebagai contoh, tatkala berkunjung ke Sekolah Tinggi Agama Kristen di Toraja, sekedar untuk makan, tidak gampang. Mereka sengaja memilihkan rumah makan yang jelas kehalalannya. Padahal, di kota itu hanya ada satu rumah makan milik seorang muslim, dan kebetulan tempatnya jauh dari penginapan. Di rumah makan itu, ketua STAKN Toraja menjamu saya sebagai tamunya. Mereka itu, tatkala didatangi, selain menghormati, juga menjaga sebaik-baiknya terkait dengan agama yang dipeluknya.

Begitu pula, untuk menghormat tamunya yang muslim, mereka juga menyiapkan tempat shalat, lengkap dengan sajadahnya. Maka kerukunan umat beragama di negeri ini sudah sedemikian terjaga dan dihayati dengan baik. Mereka berusaha saling memahami, menghormati dan menjaganya dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, tidak mengherankan pada hari-hari tertentu, idul fitri misalnya, mereka juga ikut mengirim ucapan selamat. Pada Idul fitri yang baru saja kita rayakan, selain dari teman-teman muslim sendiri, saya juga memperoleh ucapan selamat lewat sms, e mail, dan lain-lain, dari berbagai pemeluk agama yang berbeda-beda, baik dari penganut Kristen, Katholik, Hindu, dan Budha. Peristiwa idul fitri, terasa seolah-olah sudah menjadi milik semua. Wallahu a'lam.

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up