Memahami Kabinet Kerja
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Jumat, 31 Oktober 2014 . in Dosen . 1298 views

Setelah dilantik, presiden dan wakil presiden menunjuk orang-orang sebagai anggota kabinet atau menteri. Penunjukkan itu adalah hak prerogratif presiden sendiri. Siapun yang dipilih dan ditunjuk oleh presiden tidak ada orang lain yang boleh memprotes. Penunjukkan itu adalah hak presiden sendiri. Entah memilih orang kampung, orang kota, orang pegunungan, orang kampus, dan seterusnya, presiden memiliki hak seluas-luasnya.

Kabinet yang disusun oleh Presiden Joko Widodo itu dinamai kabinet kerja. Penamaan itu, tentu memiliki arti yang amat penting dan mendasar. Orang-orang yang ditunjuk menjadi menteri dipercayai memiliki kapabilitas bekerja maksimal untuk menunaikan amanah yang dipercayakan kepadanya. Mereka tidak saja dikenal mampu berpikir, tetapi juga bisa mengimplementasikan pikiran-pikirannya.

Selain itu, sebagai seorang presiden tentu juga mempertimbangkan aspek lainnya. Sebab mengelola negara yang sedemikian besar, luas, dan beraneka ragam itu tidak mungkin tanpa mempertimbangkan berbagai kepentingan, baik yang bersifat politik, kultural, dan lain-lain. Setelah melalui proses dan pertimbangan dimaksud, maka berhasil disusun kabinet yang sekarang sudah mulai bekerja itu.

Penyebutan sebagai kabinet kerja sebenarnya sudah ditampakkan lewat hal-hal yang sederhana, misalnya dari pakaian yang digunakan, baik ketika diperkenalkan, dilantik, maupun selintas dari yang tampak ketika bersidang. Tatkala diperkenalkan satu persatu di hadapan publik para anggota kabinet mengenakan baju putih semuanya, ------bukan jas, hal itu melambangkan sebagai pakaian orang kerja. Begitu pula ketika dilantik mereka berbaju batik, dan kembali ketika sidang kabinet mengenakan baju putih.

Namun sayang, tidak seluruh orang yang ditunjuk sebagai anggota kabinet itu telah teruji sebagai pekerja hebat. Beberapa di antaranya ternyata masih tampak sebatas untuk mengakomodasi kepentingan tertentu. Akibatnya, tatkala dipacu untuk segera bekerja, mereka masih tampak belum tahu apa yang harus segera akan dikerjakan. Memang, tidak gampang menangkap kebutuhan rakyat yang sedemikian besar jumlahnya dan beraneka ragam latar belakangnya itu.

Akan tetapi apapun, kabinet sudah tersusun dan sudah dilantik. Sikap yang paling tepat bagi kita semua adalah mendukung dan memberi peluang sebaik-baiknya, agar mereka benar-benar mampu bekerja maksimal. Kiranya kita semua tidak perlu lagi menanyakan siapa dan dari mana asal usul para anggota kabinet itu, tetapi yang lebih tepat adalah menanyakan dan menunggu apa yang akan dikerjakan oleh mereka.

Berdiskusi, beradu argumentasi, dan atau berdebat tentang latar belakang anggota kabinet kerja, kiranya sudah tidak diperlukan lagi. Termasuk juga adalah mempertimbangkan ijazah atau latar belakang pendidikan mereka. Biarlah misalnya, seseorang yang hanya berbekal ijazah SMP dan bukan bergelar Doktor ditunjuk menjadi menteri, asalkan yang bersangkutan mengetahui masalah yang terkait dengan bidang tugasnya, mampu menyelesaikan, dan menjawab persoalan bangsa ini melalui kerjanya.

Memang idealnya, seorang menteri berlatar belakang pendidikan maksimal, tetapi perlu diakui, bahwa tidak selalu orang yang berpendidikan maksimal mampu mengambil keputusan dan bekerja sebagaimana yang diharapkan oleh rakyatnya. Kabinet saat ini bernama kabinet kerja, maka yang dicari adalah orang yang telah mampu menunjukkan kualitas kerjanya.

Cara berpikir tersebut itu sebenarnya tidak saja dimiliki oleh Pak Jokowi. Saya pernah datang ke suatu negara, ternyata perdana menterinya tidak tamat SD. Orang yang tidak punya ijazah sekolah dasar dimaksud, oleh rajanya ditunjuk menduduki jabatan yang amat strategis itu, agar menyelesaikan krisis ekonomi di negaranya, dan ternyata berhasil.

Susi Pudjiastuti, seorang wanita kelahiran Pangandaran, sekalipun tidak pernah belajar hingga perguruan tinggi ditunjuk oleh Pak Joko Widodo sebagai menteri kelautan dan perikanan. Hal itu sebenarnya tidak ganjil, oleh karena, dia telah belajar banyak tentang kehidupan itu lewat berbagai pengalamannya yang panjang. Pengetahuan itu sebenarnya tidak saja terbatas bisa diperoleh di sekolah atau di perguruan tinggi, tetapi juga sangat mungkin didapatkan dari kehidupan sehari-hari.

Menjawab berbagai tantangan hidup sehari-hari itu sebenarnya adalah juga proses belajar yang tidak sederhana. Proses itu telah dilalui oleh Susi Pudjiastuti dan ternyata berhasil mengembangkan dirinya. Maka, semoga saja, ia juga akan berhasil menjawab tantangan yang lebih besar dan luas, yaitu untuk kepentingan bangsanya. Wallahu a'lam.

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up