Tradisi Orang Arab Dalam Memberikan Pendidikan Akhlak
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Senin, 23 Maret 2015 . in Dosen . 13174 views

Pendidikan akhlak mulia memang amat penting dan hal itu sebenarnya telah diakui dan disadari oleh semua orang. Berbagai problem dalam kehidupan, baik pada tataran individu, kelompok, hingga sebesar bangsa ini sebenarnya bersumber dari kelemahan akhlaknya. Manakala akhlak seseorang sudah baik, maka tatkala mereka berperan apa saja di tengah masyarakat akan menjadi baik. Sebaliknya, kekacauan di tengah masyarakat sebenarnya berawal dari akhlak yang buruk. Itulah sebabnya, Muhammad diutus ke muka bumi sebagai rasul adalah untuk menyempurnakan akhlak mulia.

Dalam kunjungan ke Kunfudha, Saudi Arabia, beberapa tahun yang lalu, saya mendapatkan pelajaran yang amat mengesankan terkait dengan pendidikan akhlak. Kunfudha adalah satu daerah pedesaan di Saudi Arabia. Daerah ini tidak banyak dikenal oleh orang Indonesia, oleh karena letaknya amat jauh dari Makkah. Untuk menuju ke Kunfudha memerlukan waktu kira-kira antara 5 sampai 6 jam dari Makkah dengan berkendaraan roda empat. Jalan menuju ke desa itu cukup bagus, lebar dan lurus, namun karena jarak yang jauh maka memerlukan waktu yang cukup lama.

Saya pergi ke desa itu hanya untuk menemui orang tua Ustadz Dr. Yahya al Jakfari, seorang yang telah bertahun-tahun ditugasi oleh pemerintah Saudi Arabia membantu mengajar Bahasa Arab. Dr. Yahya al Jakfari selama di Indonesia, selain mengajar, saya tugasi menjadi penghubung antara UIN Malang dengan berbagai orang penting dan berpengaruh di Saudi Arabia, baik yang ada di Jeddah, Makkah, Riyadz, al Qosim maupun di Kaa'il. Tugas dimaksud telah ditunaikan dengan baik, dan oleh karena itulah saya yang pada waktu itu menjadi rektor, sengaja bersillaturrahmi ke rumahnya, untuk menyampaikan terima kasih kepada ayah dan ibunya.

Apa yang saya lakukan tersebut sebenarnya sangat sederhana, yaitu hanya mengucapkan terima kasih. Akan tetapi, ternyata menjadi berita penting dan akhirnyha tidak saja diketahui oleh para tokoh di desa Kunfudha tetapi juga menyebar ke kampus-kampus perguruan tinggi di Saudi Arabia. Mereka sangat kagum dan menganggapnya sebagai sesuatu yang harus dihargai. Orang Saudi sendiri membayangkan Kunfudha sebagai wilayah yang amat jauh dari kota. Tetapi saya datang sekalipun hanya sekedar mengucapkan terima kasih. Bagi mereka, apa yang saya lakukan adalah sebagai sebuah penghormatan yang luar biasa tingginya. Lebih dari itu, kedatangan saya ke desa itu dianggap sebagai akhlak yang amat mulia.

Dalam kunjungan itu, saya sebenarnya juga mendapatkan pengalaman yang amat menarik yaitu terkait dengan pendidikan akhlak. Orang-orang Arab yang bertempat tinggal di perkotaan menganggap bahwa pendidikan akhlak mulia itu tempatnya adalah di pedesaan. Di daerah perkotaan tidak dianggap sebagai tempat yang tepat lagi untuk mendidik akhlak mulia. Orang kota sudah bersifat materialistik, hidonistik, dan bahkan juga kapitalistik. Nilai-nilai itu tidak cocok lagi untuk membangun akhlak mulia, seperti misalnya agar seseorang menghormati orang tua, guru, saudara, bersifat ikhlas, sabar, tawadhu', suka membantu orang lain, dan seterusnya. Di kota dianggap sebagai tempatnya orang bersaing, berkompetisi, dan bahkan juga berebut di berbagai bidang kehidupan.

Menyadari atas kenyataan tersebut, orang perkotaan biasanya menitipkan anak-anaknya ke pedesaan, termasuk ke Kunfudha. Di pedesaan itu, anak-anak dengan mudah dibiasakan menghafal al Qur'an, mendatangi tempat ibadah pada setiap waktu shalat, belajar berbagai jenis pengetahuan yang diperlukan di masjid, dan atau juga di tempat lain. Orang Arab menganggap bahwa pendidikan akhlak jauh lebih baik ditanamkan di daerah pedesaan dibanding dengan di daerah perkotaan. Mereka baru mengirim balik anak-anaknya ke kota, atau ke universitas setelah mereka menginjak dewasa. Pendidikan akhlak di pedesaan dianggap sebagai pendidikan dasar yang harus diperoleh setiap anak. Mungkin jika di Indonesia, ada pendidikan pesantren yang juga kebanyakan berada di pedesaan. Pendidikan pesantren juga lebih mengutamakan akhlak mulia dibanding untuk mencerdaskan.

Bagi orang Arab, tradisi menitipkan anak-anaknya ke daerah pedesaan sudah berlangsung lama. Nabi Muhammad pada masa kecil juga dititipkan untuk disusui oleh Halimatus Syakdiyah, yang ia juga berada di luar kota. Rupanya sudah menjadi tradisi dan keyakinan orang Arab, bahwa pendidikan akhlak mulia lebih tepat dilakukan di pedesaan dan dilakukan dengan cara mendekatkan anak-anak pada kitab suci. Dunia yang semakin modern seperti sekarang ini, tampaknya menjadikan orang tua semakin menyadari tentang betapa pentingnya pendidikan akhlak mulia. Mereka juga mengetahui betapa beratnya penderitaan yang harus ditanggung, yaitu ketika anak-anaknya menjadi tidak berakhlak, misalnya berani dengan orang tuanya, suka, mabuk, terkena obat terlarang, terjerumus pada pergaulan bebas, menjadi anggota geng, dan seterusnya. Wallahu a'lam.

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up