Sumber Kedamaian
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Sabtu, 23 April 2016 . in Dosen . 2271 views

Semua orang berharap agar hidupnya meraih kedamaian, yaitu berdamai dengan siapapun, baik dengan dirinya sendiri, keluarganya, tetangganya, dan juga dengan masyarakat luas. Orang yang tidak memperoleh kedamaian akan merasakan dirinya tersiksa, was-was, dan terasa selalu ada yang mengancamnya. Lawan kata damai adalah takut, khawatir, galau, dan was-was. Orang yang berperasaan seperti itu, akan tersiksa. Orang lain selalu dicurigai, dan dikhawatirkan akan membahayakan keselamatan dirinya.

Tatkala menyadari bahwa dirinya merasa berbuat salah terhadap orang lain, maka hatinya tidak damai. Perasaan salah yang ada pada dirinya itu tidak mudah dihilangkan. Sudah barang tentu, perasaan yang demikian itu akan mengganggu sepanjang hidupnya. Itulah sebabnya, dalam Islam dianjurkan, bahwa seseorang yang melakukan kesalahan terhadap orang lain, agar segera meminta maaf, sehingga apa yang pernah dilakukan tidak menjadi beban hidupnya.

Sedemikian penting saling memaafkan di antara sesama hingga diajarkan bahwa Tuhan tidak akan mengampuni kesalahan seseorang sebelum antar sesama saling memaaafkan. Tatkala semua pihak sudah saling memaafkan, maka beban psikhis yang diderita akan berkurang dan atau bahkan menjadi hilang. Kedua belah pihak yang bermasalah sudah saling mengikhlaskan. Kesalahan yang pernah dibuatnya sudah menjadi sama-sama dilupakan.

Kedamaian ternyata mahal harganya. Sebab untuk saling memahami dan selanjutnya saling memaafkan di antara sesama kadang harus memerlukan proses dan waktu yang panjang, bahkan juga biaya mahal. Selain itu, untuk menghasilkan kedamaian, kadangkala harus melalui perantara, strategi, atau cara-cara yang tidak mudah. Apalagi, kedamaian yang diwujudkan itu misalnya, di antara para tokoh, pimpinan organisasi, atau bahkan antar negara.

Sekalipun mahal dan dianggap sulit mewujudkannya, sebenarnya letak kedamaian itu sangat dekat, yaitu berada di hati masing-masing orang. Tatkala hati masing-masing orang sudah bersedia memahami, dan kemudian memaafkan, apalagi kemudian berusaha saling mendekat dan menyayangi, maka kedamaian itu telah terjadi. Persoalan itu sebenarnya hanya berada di hati. Apabila hati di antara mereka sudah tidak merasa sakit, maka artinya kedamaian yang dimaksudkan itu sudah terwujud.

Orang yang hatinya sehat dan berbagai beban kesalahannya berhasil tersingkirkan, ---- lewat pemberian maaf, maka keadaannya menjadi damai. Oleh karena itu, sebenarnya kedamaian itu sumbernya dekat, yaitu di dada masing-masing orang. Hanya saja mengurus apa yang ada di dalam dada sebagaimana dimaksudkan itu, ternyata juga tidak mudah. Sebab, setiap orang selalu memiliki sifat dasar sebagai sumber masalah yang tidak mudah diselesaikan, yaitu tidak mau dilampaui, tidak mau kalah, tidak mau direndahkan, dan tidak mau berkekurangan.

Manakala sifat dasar tersebut terganggu, maka yang bersangkutan akan marah dan tidak mudah disembuhkan. Dalam suasana seperti itu, maka kedamaian tidak mudah diwujudkan. Lagi-lagi, persoalannya adalah terletak pada diri setiap orang. Oleh karena itu melahirkan kedamaian sebenarnya sama artinya dengan merawat hati masing-masing orang. Sebenarnya ajaran Islam hadir tertuju pada hati, untuk merawat hati, menjernihkan, dan menjadikan hati sehat. Maka, pada hati itulah letak kedamaian yang sebenarnya, sehingga disebut dekat. Wallahu a'lam

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up