Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, Dan Perilaku
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Minggu, 22 Mei 2016 . in Dosen . 1407 views

Melalui pendidikan, para siswa diberikan sejumlah ilmu pengetahuan agar memiliki perilaku sebagaimana diharapkan. Oleh karena itu antara ketika hal sebagaimana disebut di dalam judul tulisan ini memiliki keterkaitan yang amat erat. Ilmu pengetahuan yang disampaikan melalui lembaga pendidikan sebenarnya adalah untuk membentuk perilaku tertentu. Namun sayangnya, tujuan akhir dari pendidikan itu kurang memperoleh perhatian.

Tatkala berbicara pendidikan, orang biasanya disibukkan berbicara tentang kurikulum, buku teks, pelaksanakaan ujian, dan berbagai hal teknis lainnya yang terkait dengan itu. Seorang siswa dikatakan berhasil manakala mampu menjawab soal-soal ujian, baik ujian sekolah maupun ujian nasional yang diselenggarakan oleh pemerintah. Orang pada umumnya terbelenggu oleh pandangan bahwa ketika seseorang berhasil menjawab pertanyaan dalam ujian disebut telah berhasil memiliki perilaku yang diharapkan itu.

Padahal dalam kenyataan sehari-hari antara Ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dengan perilaku yang terbentuk tidak selalu sejalan. Sebagai contoh sederhana, betapa banyak orang mengerti bahwa bekerja keras itu terpuji, jujur, bersikap adil, disiplin, amanah, dan lain-lain itu adalah merupakan keharusan bagi setiap orang, akan tetapi pada kenyataannya hal-hal terpuji tersebut tidak selalu dijadikan pedoman hidup sehari-hari. Demikian pula, para pejabat pemerintah sebenarnya paham bentul bahwa korupsi itu adalah sangat jelek, merugikan negara, maupun rakyat, tetapi toh masih saja dilakukan oleh sementara orang.

Ketidak-adanya keterpaduan antara ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui pendidikan dan perilaku yang terbentuk tersebut, maka seringkali melahirkan kekecewaan di tengah-tengah masyarakat. Seseorang yang dinyatakan cerdas dan pintar sehingga dianggap berprestasi unggul, namun ternyata kemudian ketika diangkat sebagai pegawai, pejabat atau diberi posisi penting, ternyata melakukan korupsi. Maka artinya, antara ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan tidak selalu berkorelasi dengan perilaku yang bersangkutan.

Seseorang yang melakukan penyimpangan tidak berarti bahwa yang bersangkutan tidak mengerti bahwa perbuatan itu dilarang. Sebenarnya mereka mengerti, akan tetapi yang bersangkutan tidak mampu menghindari perbuatan jahat itu. Oleh karena itu, memberantas korupsi yang hanya melalui pendekatan penataran yang berisi penjelasan bahwa korupsi itu terlarang dan merugikan negara, maka sebenarnya kegiatan itu tidak akan menghasilkan apa-apa. Perbuatan korupsi bukan karena pengetahuan bagi pelakunya tentang korupsi terbatas, melainkan oleh karena hati mereka sedang sakit sehingga mengakibatkan lahirnya perilaku penyimpangan tersebut.

Oleh karena itu pendidikan tidak cukup hanya sebatas memberi pengetahuan dengan seperangkat kurikulum dan berbagai buku teks yang harus dipelajari, tetapi kegiatan itu harus dilengkapi dengan upaya pembersihan diri atau tegasnya menghidupnya hati yang sedang sakit aau bahkan mati. Hati yang sakit dan mati itulah yang menjadikan sebab seseorang melakukan kegiatan yang merusak, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Dalam Islam, upaya memperbaiki akhlak adalah melalui shalat lima waktu dalam sehari semalam.

Shalat dimaksud harus dilakukan dengan khusu', artinya ketika menjalankan shalat harus benar-benar merasakan bertemu dengan Allah dan Rasul-Nya. Selain itu, harus selalu berusaha menyambung, berhubungan, atau berkomunikasi dengan Dzat yang dicintainya itu. Disebutkan di dalam al Qur'an bahwa Allah dan Malaikat senantiasa menjalin hubungan dengan Nabi, maka segenap mukmin diperintahkan agar melakukan hal yang sama. Manakala ruh atau mukmin selalu menjaga hubungan, berkomunikasi, menyambung secara terus menerus dengan Allah dan Rasul-Nya, maka hati yang bersangkutan akan menjadi damai dan sehat. Hati yang sehat akan terjauh dari perbuatan keji dan mungkar. Pada akhir-akhir ini, hal demikian itu, dalam dunia pendidikan Islam sekalipun, terasa kurang mendapatkan perhatian. Akibatnya, pendidikan dirasakan oleh banyak kalangan, sebagai semakin kurang ada bekasnya, atau dinilai tidak mampu membangun perilaku yang diharapkan. Wallahu a'lam

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up